- PENDAHULUAN
- Latar belakang
Kabupaten Lampung
Timur merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Lampung yang secara
geografis terletak pada 4º35’ LS – 4º60’ LS dan 104º45’
BT – 105º55’ BT, letak kebupaten ini berada di sepanjang pantai
pesisir Timur Provinsi Lampung. Pesisir Timur Lampung ini merupakan
salah satu kawasan hutan mangrove yang terpanjang di Provinsi
Lampung. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan
penting di wilayah pesisir dan kelautan. Selain mempunyai fungsi
ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat
pemijahan dan asuhan (nursery
ground)
berbagai macam biota, penahan abrasi pantai, amukan angin taufan dan
tsunami, penyerap limbah, pencegah interusi air laut. Hutan mangrove
juga mempunyai fungsi ekonomis yang tinggi seperti sebagai penyedia
kayu, obat-obatan, alat dan teknik penangkapan ikan dan lain-lain.
Untuk menjaga kelestarian hutan mangrove ini perlu adanya kerjasama
dan kemitraan dari berbagai pihak agar hutan tetap dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.
Pada tahun 2006,
telah ditandatangani Naskah Kerjasama dan Kesepakatan antara
Universitas Lampung dengan Kabupaten Lampung Timur tentang
Pengelolaan Terpadu Hutan Mangrove 700 Hektar Berbasis Masyarakat di
Wilayah Pesisir Lampung Timur. Kegiatan Pengelolaan ini dilaksanakan
di wilayah Pantai Timur sepanjang 55 km yang berada di dua kecamatan,
yaitu Kecamatan Labuhan Maringgai dan Kecamatan Pasir Sakti. Untuk
mempertahankan mangrove di sepanjang pantai timur memerlukan
pendekatan teknologi mengatasi gempuran ombak dengan penerapan alat
pemecah ombak berbasis masyarakat yang berfungsi sebagai pemecah
gempuran ombak sekaligus melindungi dan mempercepat pertumbuhan
mangrove, menangkap sediment sehingga menambah luasan tanah timbul.
Adapun keberadaan hutan mangrove dan tanah timbul di desa-desa
pesisir sepanjang pantai timur Kabupaten Lampung Timur terdapat pada
Tabel 1.
Tabel 1.
Keberadaan Hutan Mangrove dan Tanah Timbul di Desa-desa Pesisir
Sepanjang Pantai Timur Kabupaten Lampung Timur Tahun 2005
-
No.Kecamatan, DesaLuas (Ha)Keterangan
Labuhan Maringgai :Desa MargasariDesa SriminosariDesa Karya MakmurDesa Karya TaniDesa Bandar NegeriDesa Muara Gading Mas
750200-50--
Tanah TimbulTanah TimbulPantai TerabrasiTanah TimbulPantai TerabrasiPantai Terabrasi
Pasir Sakti :Desa Pasir SaktiDesa Mulyo SariDesa PurworejoDesa Labuhan RatuDesa Sumur Kucing
80140---
Tanah TimbulTanah TimbulPantai TerabrasiPantai TerabrasiMuara Way Sekampung
Jumlah
1.220
Sumber : Dinas
Kehutanan Propinsi Lampung Tahun 2005
Berdasarkan kondisi
hutan mangrove dan keberadaan tanah timbul yang ada di desa-desa
sepanjang pantai timur Kabupaten Lampung Timur dapat diketahui bahwa
Desa Margasari merupakan desa yang memiliki tanah timbul terluas.
Hal ini menunjukkan bahwa kondisi hutan mangrove di Desa Margasari
masih baik. Manfaat keberadaan mangrove bagi msyarakat adalah
memberi kesempatan berusaha masyarakat pesisir pantai timur, sehingga
masyarakat akan turut mengelola lingkungan dan membantu pengawasan
langsung terhadap keberadaan kawasan mangrove (green
belt)
dan kawasan pesisir khususnya.
Kegiatan pengelolaan
hutan mangrove yang berbasis masyarakat ini telah berjalan selama
empat tahun. Oleh karena itu perlu diadakan suatu evaluasi terhadap
tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove
khususnya di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten
Lampung Timur. Evaluasi ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan
bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan
mangrove mulai dari Tahap perencanaan, Tahap pelaksanaan, Tahap
pengawasan dan Tahap pemanfaatan hasil. Melalui evaluasi ini akan
dapat diketahui bagaimana pelestarian hutan yang berbasis masyarakat
dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya dan diharapkan dengan tingkat
paritipasi masyarakat yang tinggi maka dapat menjaga keberlangsungan
dan kelestarian hutan mangrove.
1.2.
Tujuan
Tujuan
kegiatan pengelolaan hutan mangrove dengan berbasis masyarakat adalah
agar hutan mangrove dapat terjaga keberlangsungan dan kelestariannya,
kehidupan masyarakat berjalan dengan baik tanpa merusak hutan
mangrove, partisipasi masyarakat pada sebagai pengelolan hutan
mangrove diharapkan tinggi. Oleh karena program ini sudah berjalan
cukup lama maka timbul pertanyaan berkaitan dengan penyelenggaraan
program, maka evaluasi terhadap program Pengelolaan hutan mangrove
berbasis masyarakat ini perlu dilakukan menilai dan mengukur
keberhasilan program, baik dalam hal proses implementasi maupun
dampaknya.
Tujuan
akhir evaluasi adalah memberikan masukan seluruh pihak yang terkait
seperti Pemda Lampung Timur sebagai dasar untuk pengelolaan hutan
mangrove di Wilayahnya, Universitas Lampung sebagai penyelenggara
untuk mengadakan penelitian, pengabdian dan pendidikan kepada
mahasiswa, masyarakat sebagai pengelola hutan dan tinggal disekitar
hutan mangrove yang merasakan langsung dampak hutan mangrove dalam
kehidupannya, sehingga diharapkan informasi yang diperoleh dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan mutu kegiatan dan
untuk mendukung keberlanjutan program.
- Metode Evaluasi
- Waktu dan Lokasi
Evaluasi
dilakukan selama kegiatan pengelolaan hutan berlangsung, dari awal
hingga akhir pelaksanaan kegiatan, yaitu pada tahun 2006- tahun 2009,
bertempat di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten
Lampung Timur.
- Metode
Evaluasi
dilaksanakan terhadap program pengelolaan hutan mangrove berbasis
masyarakat di Desa Margasari. Evaluasi difokuskan pada aspek
partisipasi masyarakat mulai dari tahap perencanaan kegiatan, Tahap
pelaksanaan, Tahap pengawasan dan Tahap pemanfaatan hasil. dan dampak
program. Hal ini sesuai dengan tujuan evaluasi yaitu untuk mengukur
dan menilai keberhasilan pelaksanaan program pelestarian hutan
mangrove, baik dalam hal proses implementasi maupun dampaknya.
Berdasarkan
hal tersebut, maka disusun kerangka evaluasi yang meliputi:
- Evaluasi partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan mangrove
Evaluasi ini
dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada
masyarakat di Desa Margasari dan penentuan sampel sebagai berikut:
Unit analisis
evaluasi ini adalah kelompok masyarakat yang tergabung dalam kelompok
masyarakat pengelola hutan mangrove. Jumlah populasi sebanyak 140
responden. Jumlah sampel keseluruhan sebanyak 58 responden. Metode
penarikan sampel pada evaluasi ini menggunakan metode acak sederhana
(sample
random sampling)
dengan jumlah sampel didasarkan pada pendugaan proporsi populasi
dengan pertimbangan presisi 10%. Penentuan sampel merujuk pada teori
Yamane (1967 dalam Rakhmat, 1989) dengan rumus sebagai berikut :
n =
Keterangan :
n = besarnya
sampel
N = populasi
di = presisi (0,1)
n =
Jadi, jumlah sampel
dalam penelitian ini sebanyak 58 responden.
Daftar pertanyaan
(kuesioner) yang digunakan untuk mengevaluasi dapat dilihat pada
Lampiran.
- Evaluasi dampak, analisis capaian luas lahan mangrove.
Analisis dilakukan
dengan membandingkan antara target dengan capaian hutan mangrove yang
telah direhabilitasi dan dikelola dengan baik oleh masyarakat.
- HASIL EVALUASI
- Evaluasi terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Margasari.
Partisipasi kelompok
masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove merupakan keikutsertaan
kelompok masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan mangrove.
Partisipasi kelompok masyarakat dalam penelitian ini mengacu pada
teori yang dikemukakan oleh FAO (1989, dalam Gitosaputro, 2003),
Ndraha (1987, dalam Harahap dan Subhilhar, 1998), dan Ram P Yadop
(1980, dalam Madrie, 1996), yaitu : perencanaan, pelaksanaan,
monitoring/pengawasan, dan pemanfaatan hasil.
- Partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap perencanaan
Partisipasi kelompok
masyarakat dalam tahap perencanaan pengelolaan hutan mangrove adalah
keikutsertaan kelompok masyarakat dalam merencanakan pengelolaan
dengan menyumbangkan ide-ide/gagasannya. Partisipasi kelompok
masyarakat dalam tahap perencanaan diklasifikasikan menjadi
klasifikasi rendah dengan skor 2,00-3,33, klasifikasi sedang dengan
skor 3,34-4,57, dan klasifikasi tinggi dengan skor 4,68-6,00.
Sebaran skor partisipasi anggota masyarakat dalam tahap perencanaan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sebaran
skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap perencanaan
-
Partisipasi dalam tahap perencanaanKlasifikasiJumlah(orang)%2,00-3,333,34-4,674,68-6,00RendahSedangTinggi-4540793Jumlah
58100Rata-rata5,53 (tinggi)
Tabel 2 menunjukkan
bahwa sebaran responden dalam partisipasi masyarakat pada tahap
perencanaan termasuk dalam klasifikasi tinggi, artinya responden
dalam tahap ini banyak yang memberikan ide atau gagasan pada saat
pertemuan yang dilakukan dalam membahas perencanaan pengelolaan hutan
mangrove serta memberikan dukungan dalam rencana kegiatan dalam
pengelolaan hutan mangrove. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
responden, yaitu sebanyak 54 responden (93 %) yang memiliki tingkat
partisipasi yang tinggi dalam tahap perencanaan. Sedangkan yang
termasuk dalam klasifikasi sedang hanya 4 responden (7 %). Dengan
demikian rata-rata partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap
perencanaan termasuk pada klasifikasi tinggi, yaitu dengan skor 5,53.
- Partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pelaksanaan kegiatan pengelolaan
Partisipasi kelompok
masyarakat dalam tahap pelaksanaan kegiatan pengelolaan atau
keikutsertaan kelompok masyarakat dalam bentuk usaha pencapaian
tujuan kegiatan pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove seperti
memberikan sumbangan berupa tenaga dan keahlian yang dimiliki,
gagasan dan alternatif yang dibutuhkan dalam proses kegiatan
pengelolaan. Partisipasi dalam tahap ini diklasifikasikan menjadi
klasifikasi rendah dengan skor 2,00-3,33, klasifikasi sedang dengan
skor 3,34-4,67, dan klasifikasi tinggi dengan skor 4,68-6,00.
Sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pelaksanaan
kegiatan pengelolaan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Sebaran
skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pelaksanaan kegiatan
pengelolaan
-
Partisipasi dalam tahap pelaksanaanKlasifikasiJumlah(orang)%2,00-3,333,34-4,674,68-6,00RendahSedangTinggi3104551778Jumlah
58100Rata-rata5,21(tinggi)
Tabel 3 menunjukkan
bahwa untuk sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap
pelaksanaan kegiatan pengelolaan memiliki skor rata-rata sebesar 5,21
atau termasuk dalam klasifikasi tinggi, artinya kelompok masyarakat
(responden) memiliki partisipasi yang tinggi dalam tahap pelaksanaan
kegiatan pengelolaan hutan mangrove. Hal ini dapat dilihat dari
jmlah responden pada klasifikasi tinggi sebanyak 45 responden atau
sebesar 78 % dari jumlah responden. Sedangkan yang termasuk dalam
klasifikasi sedang sebanyak 10 responden atau 17 % dan klasifikasi
rendah sebanyak 3 responden atau 5 % dari jumlah keseluruhan
responden.
- Partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pemantauan/pengawasan kegiatan pengelolaan
Partisipasi kelompok
masyarakat dalam yahap pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan hutan
mangrove yaitu keterlibatan atau keikutsertaan kelompok masyarakat
dalam merawat dan bertanggungjawab terhadap kelestarian hutan
mangrove. Partisipasi dalam tahap ini diklasifikasikan menjadi
klasifikasi rendah dengan skor 4,00-6,67, klasifikasi sedang dengan
skor 6,68-9,35 dan klasifikasi tinggi dengan skor 9,36-12,00.
Sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pengawasan
pengelolaan hutan mangrove dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Sebaran
skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pengawasan
pengelolaan hutan mangrove
-
Partisipasi dalam tahap pelaksanaanKlasifikasiJumlah(orang)%4,00-6,676,68-9,359,36-12,00RendahSedangTinggi-362206238Jumlah
58100Rata-rata9,17 (sedang)
Tabel 4 menunjukkan
bahwa sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap
pengawasan tgerhadap kegiatan pengelolaan hutan mangrove memiliki
skor rata-rata sebesar 9,17 dan termasuk dalam klasifikasi sedang,
artinya kelompok masyarakat (responden) cukup berpartisipasi dalam
kegiatan pengawasan atau pemantauan kegiatan pengelolaan hutan
mangrove. Selama kegiatan pengawasan tersebut, kelompok masyarakat
tidak hanya merawat saja, melainkan sangat bersedia untuk
merehabilitasi hutan mangrove apabila ada kerusakan yang disebabkan
oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab serta memberi teguran
atau melaporkan kepada pihak yang berwenang apabila ada orang yang
merusak kelestarian hutan mangrove. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah responden pada klasifikasi sedang sebanyak 36 responden atau
sebesar 62 % dari jumlah responden. Sedangkan yang termasuk dalam
klasifikasi tinggi sebanyak 22 responden atau 38 % dari jumlah
responden keseluruhan, dan tidak ada responden dalam klasifikasi
rendah atau 0 %. Hal ini berarti bahwa kelompok masyarakat cukup
peduli dan bertanggungjawab terhadap pengelolaan dan kelestarian
hutan mangrove.
- Partisipasi kelompok masyarakat dalam pemanfaatan hasil
Partisipasi
kelompok masyarakat dalam memanfaatkan hasil-hasil pengelolaan hutan
mangrove yaitu keikutsertaan anggota kelompok masyarakat dalam
menikmati hasil-hasil dari pengelolaan hutan mangrove. Partisipasi
kelompok masyarakat dalam tahap ini diklasifikasikan menjadi
klasifikasi rendah dengan skor 2,00-3,33, klasifikasi sedang dengan
skor 3,34-4,67 dan klasifikasi tinggi dengan skor 4,68-6,00. Sebaran
skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pemanfaatan hasik
pengelolaan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.
Sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pemanfaatan
hasil pengelolaan
-
Partisipasi dalam tahap pelaksanaanKlasifikasiJumlah(orang)%2,00-3,333,34-4,674,68-6,00RendahSedangTinggi4272764747Jumlah
58100Rata-rata4,41 (sedang)
Tabel 5
menunjukkan bahwa sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat pada
tahap pemanfaatan hasil pengelolaan dalam pelestarian hutan mangrove
termasuk dalam klasifikasi sedang, artinya intensitas kelompok
masyarakat (responden) dalam memanfaatkan hasil pengelolaan cukup
sering, bahkan hampir setiap hari. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
responden yang sama antara jumlah responden dalam klasifikasi sedang
dengan jumlah responden dalam klasifikasi tinggi yaitu sebanyak 27
responden atau sebesar 47 % dari keseluruhan responden. Sedangkan
yang termasuk dalam klasifikasi rendah hanya 4 responden atau sebesar
6 % dari jumlah keseluruhan responden.
Skor keseluruhan
dari partisipasi kelompok masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove
diklasifikasikan menjadi 3 klasifikasi, yaitu klasifikasi tinggi
dengan skor 23,36-30,00, klasifikasi sedang dengan skor 16,68-23,35
dan klasifikasi rendah dengan skor 10,00-16,67. Adapun sebaran total
partisipasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Sebaran
total partisipasi kelompok masyarakat dalam pengelolaan hutan
mangrove
-
SkorKategoriJumlah(orang)%10,00-16,6716,68-23,3523,36-30,00RendahSedangTinggi1203713564Jumlah
58100Rata-rata24,32 (tinggi)
Berdasarkan Tabel
6 dapat dijelaskan bahwa partisipasi kelompok masyarakat dalam
kategori tinggi, sebanyak 37 responden atau sebesar 64 % dari jumlah
keseluruhan responden. Hal ini berarti bahwa partisipasi kelompok
masyarakat Desa Margasaritinggi atau masyarakat desa sangat
berpartisipasi pada setiap tahap dalam pengelolaan dan pelestarian
hutan mangrove. Tahap-tahap tersebut meliputi tahap perencanaan,
tahap pelaksanaan, tahap pengawasan atau pemantauan, dan tahap
pemanfaatan hasil. Adapun sebaran nilai partisiapasi kelompok
masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove dapat dilihat pada Tabel
7.
Tabel 7.
Sebaran nilai partisipasi kelompok masyarakat dalam pengelolaan hutan
mangrove di Desa Margasari
-
Indikator PartisipasiJumlah (skor)Rata-rata (skor)KlasifikasiTahap perencanaanTahap pelaksanaanTahap pengawasanTahap pemanfaatan hasil3213025322565,535,219,174,41TinggiTinggiSedangSedangJumlah1.41124,32Tinggi
Tabel 7
menunjukkan bahwa tingkat partisipasi kelompok masyarakat dalam
kegiatan pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove termasuk dalam
klasifikasi tinggi. Hal ini berarti bahwa kelompok masyarakat yang
berada di Desa Margasari sangat berpartisipasi dalam setiap kegiatan
pengelolaan dan kelestarian hutan mangrove yang diadakan di
daerahnya.
Tingginya tingkat
partisipasi kelompok masyarakat tersebut dapat menentukan
keberhasilan program kegiatan pengelolaan dan pelestarian hutan
mangrove. Karena tanpa adanya tingkat partisipasi yang tinggi dari
kelompok masyarakat, keberhasilan program kegiatan pengelolaan dan
pelestarian hutan mangrove tidak akan tercapai dengan maksimal.
3.2
Evaluasi Dampak Program Pengelolaan Hutan Mangrove
Evaluasi
terhdap dampak program ini dapat dilihat dari perkembangan luasan
hutan mangrove dari sebelum ada program hingga adanya program
rehabilitasi hutan mangrove dengan kegiatan pengelolaan hutan
mangrove berbasis masyarakat. Adapun hasil evaluasi dapat dilihat
pada penjelasan dan gambar hutan mangrove hingga saat ini.
- Kondisi hutan mangrove sebelum tahun 1987
Gambar
4. Peta keadaan Desa Margasari dan hutan mangrove sebelum tahun 1987
Pada
awalnya, wilayah yang sekarang disebut Desa Margasari merupakan
wilayah kosong yang belum berpenghuni yang terdiri dari laut lepas
dan hutan mangrove. Pada tahun 1974 ada beberapa orang yang berasal
dari desa tetangga (Desa Sriminosari) datang ke wilayah Margasari
untuk mencari ikan. Pendatang ini kian hari kian banyak yang datang
ke Margasari untuk mencari ikan dan pada akhirnya pendatang-pendatang
tersebut menetap dan membuka lahan pertanian di wilayah ini yang
secara resmi di buka pada tahun 1976. Pada tahun 1981, wilayah ini
kemudian disahkan sebagai sebuah desa yang diberi nama Desa Margasari
yang berasal dari pemekaran 3 (tiga) desa yaitu Desa Sriminosari,
Desa Sri Gading, dan Desa Karang Anyar.
Pada
tahun 1985 terjadi perubahan desa, dalam hal ini mulai diadakan
pembangunan jalan (jalan batu). Pada saat yang sama terjadi abrasi
pantai yang merobohkan sebagian besar hutan mangrove. Hutan mangrove
yang berada di Desa Margasari merupakan hutan yang tumbuh secara
alami dan sangat lebat. Masyarakat Desa Margasari memanfaatkan hutan
mangrove sebagai tempat untuk mencari ikan, kepiting, kayu bakar,
bahan bangunan dan lain-lainnya. Saat itu pekerjaan masyarakat Desa
Margasari didominasi oleh petani dan nelayan. Dalam pemanfaatan
hutan mangrove, masyarakat belum memiliki peraturan yang baku,
sehingga masyarakat banyak yang menebang pohon yang kayunya digunakan
sebagai bahan bangunan untuk membangun kandang ternak serta sebagai
kayu bakar. Hal ini disebabkan mansyarakat tidak mengetahui fungsi
dan manfaat hutan mangrove tersebut.
Kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang fungsi dan manfaat hutan mangrove
menyebabkan kondisi hutan menjadi rusak. Terlebih lagi saat
masyarakat mulai mengenal usaha tambak yang memberikan keuntungan
yang sangat besar dan harga udang windu pada saat itu (tahun 1980-an)
cukup tinggi di pasaran. Pada awalnya, tambak ini di bangun di atas
lahan sawah atau rawa-rawa yang tidak dimanfaatkan oleh petani.
Tetapi, karena semakin banyak masyarakat yang tergiur dengan
keuntungan yang didapat dari tambak, maka masyarakat pun banyak yang
beralih menjadi petani tambak. Masyarakat mulai merambah hutan
mangrove untuk dijadikan sebagai areal tambak.
- Kondisi hutan mangrove tahun 1987 – 1996
Gambar
5. Peta keadaan Desa Margasari dan hutan mangrove tahun 1987 - 1996
Areal
hutan mangrove yang ada di Desa Margasari sudah berubah fungsi
menjadi tambak. Pada tahun 1985, kehidupan masyarakat mulai berubah,
masyarakat yang dulu hanya bekerja sebagai petani-nelayan kini mulai
beralih ke usaha tambak. Dari usaha tambak ini pendapatan masyarakat
semakin bertambah dan pembangunan di desa pun berjalan dengan lancar.
Pada
awalnya usaha tambak ini dapat memberikan keuntungan yang besar bagi
masyarakat. Namun kondisi tersebut tidak bertahan lama karena
semakin menurunnya kualitas dan daya dukung kawasan sebagai akibat
rusaknya hutan mangrove. Pada tahun 1990-an, hutan mangrove yang
terdapat di sepanjang Pantai Timur Lampung mengalami kerusakan yang
cukup parah, yang disebabkan oleh perubahan fungsi hutan mangrove
menjadi tambak dan penebangan secara liar.
Proses
abrasi Pesisir Timur Lampung khususnya di Desa Margasari telah
terjadi sejak tahun 1987-an, yaitu pada saat mulai maraknya pembukaan
tambak. Proses abrasi yang terjadi di Desa Margasari telah
menyebabkan tambak-tambak yang ada di desa tersebut rusak karena
tergenang oleh air laut dan pemukiman penduduk pun rusak karena
terkena gelombang pasang dari Laut Jawa. Hal ini terjadi karena
hutan mangrove yang berfungsi untuk mencegah abrasi sudah hilang.
Akibat abrasi tersebut, sebagian besar tambak rusak dan hasil yang
diperoleh tidak sesuai dengan harapan sehingga masyarakat mengalami
kerugian.
Hasil
pemotretan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Lampung pada
tahun 1995 menunjukkan keadaan yang sangat memprihatinkan. Sepanjang
garis pantai yang dapat dilihat hanyalah tambak serta tunggul sisa
penebangan hutan mangrove.
- Kondisi hutan mangrove tahun 2006 – 2009
Gambar
6. Peta keadaan Desa Margasari tahun 2006 - 2009
Pada
tahun 1995 mulai digalakkan penanaman tanaman mangrove. Kegiatan
penanaman tersebut dilakukan di areal tambak milik masyarakat yang
sudah rusak karena abrasi. Rehabilitasi hutan mangrove dilakukan
pada tahun 2006 hingga 2009. Berdasarkan hasil diskusi dengan
masyarakat dan aparat desa luas hutan mangrove saat ini sudah
mencapai ± 1.000 ha Upaya rehabilitasi selama ini telah dilakukan
oleh beberapa pihak dengan menggunakan dana yang berasal dari APBN,
APBD, dan swadaya masyarakat. Masyarakat sebagai pelaku utama dala
pengelolaan hutan mangrove ternyata memberikan hasil yang sangat
baik, pencapaian luas hutan mangrove pertahun mencapai lebih dari 100
ha, sehingga selama tiga tahun kegiatan ini berjalan telah tercapai
luasan mangrove yang lebih dari 1.000 ha.
- KESIMPULAN DAN SARAN
- Kesimpulan
Evaluasi terhadap
program pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat telah
memberikan hasil sebagai berikut:
- Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove termasuk katagori tinggi, hal ini berarti antusiasme dan kepedulian masyarakat akan pentingnya hutan mangrove sudah sangat baik.
- Evaluasi terhadap dampak luasan hutan mangrove yang telah dikelola oleh masyarakat hingga saat ini mencapai lebih dari 1.000 ha.
- Secara umum pelaksanaan kegiatan ini telah berjalan dengan sangat baik dan keterlibatan semua pihak secara aktif telah memberikan hasil yang sangat positif bagi keberlangsungan dan kelestaraian hutan mangrove.
- Saran
- Keberhasilan kegiatan ini hendaknya menjadi landasan untuk melakukan perluasan program ke wilayah lainnya yang mengalami abrasi pantai baik di wilayah Kabupaten Lampung Timur khususnya maupun seluruh Provinsi Lampung dan Indonesia pada umunya.
- Keberlanjutan kegiatan ini hendaknya memberikan peningkatan ekonomi kepada masyarakat melalui hasil non kayu dari hutan mangrove.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan
Wilayah Kantor Wilayah Propinsi lampung. 1996. Permasalahan Timur
Lampung dan Upaya rehabilitasi Hutan Bakau. Disampaikan dalam Rangka
Penyusunan Kebijakan Strategi, Kebijakan Operasional dan Action
program. Pemerintah daerah Tingkat I Propinsi lampung. Bandar
Lampung. Hlm 1 – 2.
Dinas Kehutanan
Porpinsi Lampung. 2005. Dampak Kerusakan Hutan Mngrove Dilihat dari
Segi Ekologis Ekonomi dan Sosial Masyarakat. 8 hlm.
Effendi, I. 1994.
Studi Perilaku Organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air dan
Pengaruhnya Terhadap Tingkat Kemajuan Usahatani Padi Sawah : Suatu
Survei di Propinsi Lampung. Disertasi. Universitas Padjajaran.
Bandung.
FAO Forestry
Departement. 1994. Panduan Pengelolaan Hutan Mangrove. Terjemahan
oleh Hildanus dkk. FAO Forestry Paper. Roma.
Gitosaputro, S.
2003. Pengantar Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Universitas Lapung. Bandar Lampung. 132 hlm.
Hamim, A. dkk.
1999. Mahasiswa dan Pembangunan Masyarakat. Universitas Lampung.
Bandar Lampung. 202 hlm.
Harahap dan
Subhilhar. 1998. Partisipasi Masyarakat Nelayan Dalam Pengelolaan
Hutan Mangrove. Laporan Penelitian. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara. Medan.
Karyadi, I. 2005.
Peran Legislatif Dalam Kegiatan Konservasi Hutan mangrove. Makalah
dalam pecan konservasi Sumber Daya Alam (PKSDA) IX di Bandar lampung
Oleh Pimpinan DPRD Propinsi Lampung tanggal 12 April 2005. 9 hlm
Kusmana, C., Onrizal
dan Sudarmaji. 2003. Jenis-jenis Pohon Mangrove di Teluk Bintuni
Papua. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan PT Bintuni
Utama Murni Wood Industries. Bogor. 58 hlm.
Kustanti, A. 2005.
Panduan Praktikum Manajemen Hutan Mangrove. Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
Muin, A., dkk.
Hutan Mangrove Sebagai Obyek Sains. Makalah Kelompok IV Sem 1,
2001/2 Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor Oktober 2000. 5 hlm.
Pemerintah Kabupaten
Lampung Timur Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa. 2005. Profil
Desa Margasari (Daftar Isian Potensi Desa) Lampung Timur. 36 hlm.
Rakhmat, J. 1997.
Psikologi Komunikasi (Edisi Revisi). Editor : Tju Suryaman. PT
Remaja Rosda Karya. Bandung. 332 hlm.
_________. 2001.
Metode Penelitian Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 184
hlm.
Sajogyo, P. 1985.
Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa. YIIS dan CV
Rajawali. Jakarta. 379 hlm.
Siegel, S. 1997.
Statistik Nonparametrik Untuk ilmu-ilmu Sosial. Diterjemahkan oleh
Z. Suyuti dan L. Simatupang. Gramedia. Jakarta. 374 hlm.
Supriharyono. 2002.
Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir
Tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 241 hlm.
Tim PSDHBM Watala.
2001. Kepastian Pengelolaan Di Kawasan Hutan Negara Pengalaman
Belajar Bersama di Sumber Jaya. Pustaka Watala. 95 hlm.
Tugiyono. 2006.
Perspektif Akademisi dalam Upaya Pengelolaan Wilayah Desa Pesisir.
Makalah dalam Lokakarya Perencanaan Desa di Desa Sidodadi Kecamatan
Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan Tanggal 24 – 25 Maret 2006.
12 hlm.
Zain, A. S. 1995.
Hukum Lingkungan:Kaidah-kaidah Pengelolaan Hutan. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 100 hlm.
LAMPIRAN
Partisipasi kelompok
masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove merupakan keikutsertaan
kelompok masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan mangrove.
Keterlibatan tersebut dapat dilihat dari :
a. Partisipasi
kelompok masyarakat dalam tahap perencanaan pengelolaan hutan
mangrove adalah keikutsertaan kelompok masyarakat dalam merencanakan
pengelolaan dengan menyumbangkan ide-ide/gagasannya. Pengukuran
indikator ini menggunakan pertanyaan :
1) Gagasan atau
masukan apa yang bapak/ibu berikan pada saat pertemuan yang dilakukan
dalam membahas perencanaan pengelolaan hutan mangrove?
(1) Identifikasi
keadaan masyarakat desa
(2) Identifikasi
masalah yang ada di desa
(3) Penentuan
rencana kegiatan pengelolaan
(4) Penentuan jenis
mangrove yang akan ditanam
Jawaban :
(a) Menjawab semua
alternatif jawaban = 3
(b) Menjawab 2-3
alternatif jawaban = 2
(c) Menjawab 1
alternatif jawaban = 1
2) Apakah bapak/ibu
mendukung rencana kegiatan dalam pengelolaan hutan mangrove?
(a) Ya,
mendukung = 3
(b) Kurang
mendukung = 2
(c) Tidak mendukung
= 1
b. Partisipasi
kelompok masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan hutan
mangrove adalah keikutsertaan atau keterlibatan kelompok masyarakat
dalam bentuk usaha pencapaian tujuan pengelolaan hutan mangrove
seperti memberikan sumbangan berupa tenaga, materi, keahlian yang
dimiliki, gagasan dan alternatif yang dibutuhkan dalam proses
kegiatan pengelolaan. Pengukuran indikator ini menggunakan
pertanyaan :
1) Kegiatan apa
saja yang bapak/ibu ikuti selama dilaksanakannya kegiatan pengelolaan
hutan mangrove?
(1) Ikut menyediakan
alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan
(2) Ikut menyiapkan
lokasi kegiatan pengelolaan dan penanaman hutan mangrove
(3) Ikut membentu
membersihkan lokasi penanaman mangrove
Jawaban :
(a) Menjawab semua
alternatif jawaban = 3
(b) Menjawab 2
alternatif jawaban = 2
(c) Menjawab 1
alternatif jawaban = 1
2) Apakah bapak/ibu
ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pelestarian
hutan mangrove?
(a) Ya
(b) Tidak
Jika ya, sampai
pada tahap apa?
(1) Tahap
perencanaan
(2) Tahap
pelaksanaan kegiatan
(3) Tahap
pengawasan
(4) Pemanfaatan
hasil
Jawaban :
(a) Ya, memilih ≥
3 alternatif jawaban = 3
(b) Ya, memilih 1-2
alternatif jawaban = 2
(c) Tidak = 1
c. Partisipasi
kelompok masyarakat dalam pengawasan terhadap pengelolaan hutan
mangrove adalah keterlibatan atau keikutsertaan kelompok masyarakat
dalam merawat dan bertanggungjawab terhadap kelestarian hutan
mangrove. pengukuran indikator ini menggunakan pertanyaan :
1) Apakah
bapak/ibu ikut serta merawat kelestarian hutan mangrove?
(a) Ya
(b) Tidak
Jika ya, seperti
apa merawatnya?
(1) Mengambil
hasil lautnya dan hutan tidak boleh diganggu
(2) Untuk rekreasi
dan hutan tidak boleh diganggu
(3) Membuka tambak
dan hutan tidak boleh diganggu
(4) Lain-lain
(..............................................................)
Jawaban :
(a) Ya, memilih ≥
3 alternatif jawaban = 3
(b) Ya, memilih
1-2 alternatif jawaban = 2
(c) Tidak = 1
2) Atas dasar apa
bapak/ibu merawat kelestarian hutan mangrove?
(1) Inisiatif
sendiri
(2) Bersama
kelompok
(3) Kepala desa
atau dinas terkait
Jawaban :
(a) Menjawab semua
alternatif jawaban = 3
(b) Menjawab 2
alternatif jawaban = 2
(c) Menjawab 1
alternatif jawaban = 1
3) Apakah
yang bapak/ibu lakukan apabila ada orang yang merusak kelestarian
hutan mangrove?
(a) Menegur,
mengingatkan dan melaporkan pada pihak yang berwenang = 3
(b) Menegur dan
mengingatkan saja = 2
(c) Diam saja =
1
4) Bila ada
kerusakan hutan mangrove akibat ulah orang-orang yang tidak
bertanggungjawab, apakah bapak/ibu bersedia bekerjasama untuk
merehabilitasi hutan mangrove kembali?
(a) Sangat
bersedia = 3
(b) Bersedia =
2
(c) Tidak
bersedia = 1
d. Partisipasi
kelompok masyarakat dalam memanfaatkan hasil-hasil pengelolaan adalah
keikutsertaan anggota masyarakat dalam menikmati hasil-hasil dari
pengelolaan hutan mangrove. Pengukuran indikator ini menggunakan
pertanyaan :
1) Menurut
bapak/ibu, apakah kegiatan pengelolaan hutan mangrove yang dilakukan
sesuai dengan kebutuhan yng diperlukan oleh masyarakat setempat?
(a) Ya, sesuai =
3
(b) Kurang
sesuai = 2
(c) Tidak
sesuai = 1
2) Apakah bapak/ibu
sudah menikmati hasil dari pengelolaan hutan mangrove?
(a) Ya, sudah
(b) Belum
Jika sudah, seperti
apa bentuknya?
- Membuka tambak ikan
- Membuka tambak udang
- Menamgkap kepiting (bakau)
- Lain-lain (.............................)
Jawaban :
(a) Ya, memilih ≥
3 alternatif jawaban = 3
(b) Ya, memilih 1-2
alternatif jawaban = 2
(c) Belum = 1
Skor
tertinggi = 30, sedangkan skor terendah = 10
Tingkat partisipasi
diklasifakasikan menjadi tiga kategori, yaitu partisipasi
tinggi (23,36-30,00), partisipasi sedang (16,68-23,35) dan
partisipasi rendah (10,00-16,67)