SITTI

Senin, 22 Juli 2013

pemberdayaan hutan mangrove di lampung

  1. PENDAHULUAN

    1. Latar belakang

Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Lampung yang secara geografis terletak pada 4º35’ LS – 4º60’ LS dan 104º45’ BT – 105º55’ BT, letak kebupaten ini berada di sepanjang pantai pesisir Timur Provinsi Lampung. Pesisir Timur Lampung ini merupakan salah satu kawasan hutan mangrove yang terpanjang di Provinsi Lampung. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan penting di wilayah pesisir dan kelautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan (nursery ground) berbagai macam biota, penahan abrasi pantai, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah interusi air laut. Hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis yang tinggi seperti sebagai penyedia kayu, obat-obatan, alat dan teknik penangkapan ikan dan lain-lain. Untuk menjaga kelestarian hutan mangrove ini perlu adanya kerjasama dan kemitraan dari berbagai pihak agar hutan tetap dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Pada tahun 2006, telah ditandatangani Naskah Kerjasama dan Kesepakatan antara Universitas Lampung dengan Kabupaten Lampung Timur tentang Pengelolaan Terpadu Hutan Mangrove 700 Hektar Berbasis Masyarakat di Wilayah Pesisir Lampung Timur. Kegiatan Pengelolaan ini dilaksanakan di wilayah Pantai Timur sepanjang 55 km yang berada di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Labuhan Maringgai dan Kecamatan Pasir Sakti. Untuk mempertahankan mangrove di sepanjang pantai timur memerlukan pendekatan teknologi mengatasi gempuran ombak dengan penerapan alat pemecah ombak berbasis masyarakat yang berfungsi sebagai pemecah gempuran ombak sekaligus melindungi dan mempercepat pertumbuhan mangrove, menangkap sediment sehingga menambah luasan tanah timbul. Adapun keberadaan hutan mangrove dan tanah timbul di desa-desa pesisir sepanjang pantai timur Kabupaten Lampung Timur terdapat pada Tabel 1.



Tabel 1. Keberadaan Hutan Mangrove dan Tanah Timbul di Desa-desa Pesisir Sepanjang Pantai Timur Kabupaten Lampung Timur Tahun 2005
No.
Kecamatan, Desa
Luas (Ha)
Keterangan

1.

Labuhan Maringgai :
Desa Margasari
Desa Sriminosari
Desa Karya Makmur
Desa Karya Tani
Desa Bandar Negeri
Desa Muara Gading Mas


750
200
-
50
-
-


Tanah Timbul
Tanah Timbul
Pantai Terabrasi
Tanah Timbul
Pantai Terabrasi
Pantai Terabrasi

2.

Pasir Sakti :
Desa Pasir Sakti
Desa Mulyo Sari
Desa Purworejo
Desa Labuhan Ratu
Desa Sumur Kucing


80
140
-
-
-


Tanah Timbul
Tanah Timbul
Pantai Terabrasi
Pantai Terabrasi
Muara Way Sekampung


Jumlah
1.220


Sumber : Dinas Kehutanan Propinsi Lampung Tahun 2005
Berdasarkan kondisi hutan mangrove dan keberadaan tanah timbul yang ada di desa-desa sepanjang pantai timur Kabupaten Lampung Timur dapat diketahui bahwa Desa Margasari merupakan desa yang memiliki tanah timbul terluas. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi hutan mangrove di Desa Margasari masih baik. Manfaat keberadaan mangrove bagi msyarakat adalah memberi kesempatan berusaha masyarakat pesisir pantai timur, sehingga masyarakat akan turut mengelola lingkungan dan membantu pengawasan langsung terhadap keberadaan kawasan mangrove (green belt) dan kawasan pesisir khususnya.

Kegiatan pengelolaan hutan mangrove yang berbasis masyarakat ini telah berjalan selama empat tahun. Oleh karena itu perlu diadakan suatu evaluasi terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove khususnya di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Evaluasi ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove mulai dari Tahap perencanaan, Tahap pelaksanaan, Tahap pengawasan dan Tahap pemanfaatan hasil. Melalui evaluasi ini akan dapat diketahui bagaimana pelestarian hutan yang berbasis masyarakat dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya dan diharapkan dengan tingkat paritipasi masyarakat yang tinggi maka dapat menjaga keberlangsungan dan kelestarian hutan mangrove.
1.2. Tujuan
Tujuan kegiatan pengelolaan hutan mangrove dengan berbasis masyarakat adalah agar hutan mangrove dapat terjaga keberlangsungan dan kelestariannya, kehidupan masyarakat berjalan dengan baik tanpa merusak hutan mangrove, partisipasi masyarakat pada sebagai pengelolan hutan mangrove diharapkan tinggi. Oleh karena program ini sudah berjalan cukup lama maka timbul pertanyaan berkaitan dengan penyelenggaraan program, maka evaluasi terhadap program Pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat ini perlu dilakukan menilai dan mengukur keberhasilan program, baik dalam hal proses implementasi maupun dampaknya.
Tujuan akhir evaluasi adalah memberikan masukan seluruh pihak yang terkait seperti Pemda Lampung Timur sebagai dasar untuk pengelolaan hutan mangrove di Wilayahnya, Universitas Lampung sebagai penyelenggara untuk mengadakan penelitian, pengabdian dan pendidikan kepada mahasiswa, masyarakat sebagai pengelola hutan dan tinggal disekitar hutan mangrove yang merasakan langsung dampak hutan mangrove dalam kehidupannya, sehingga diharapkan informasi yang diperoleh dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan mutu kegiatan dan untuk mendukung keberlanjutan program.

  1. Metode Evaluasi
    1. Waktu dan Lokasi
Evaluasi dilakukan selama kegiatan pengelolaan hutan berlangsung, dari awal hingga akhir pelaksanaan kegiatan, yaitu pada tahun 2006- tahun 2009, bertempat di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.
    1. Metode
Evaluasi dilaksanakan terhadap program pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat di Desa Margasari. Evaluasi difokuskan pada aspek partisipasi masyarakat mulai dari tahap perencanaan kegiatan, Tahap pelaksanaan, Tahap pengawasan dan Tahap pemanfaatan hasil. dan dampak program. Hal ini sesuai dengan tujuan evaluasi yaitu untuk mengukur dan menilai keberhasilan pelaksanaan program pelestarian hutan mangrove, baik dalam hal proses implementasi maupun dampaknya. Berdasarkan hal tersebut, maka disusun kerangka evaluasi yang meliputi:


  1. Evaluasi partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan mangrove
Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada masyarakat di Desa Margasari dan penentuan sampel sebagai berikut:
Unit analisis evaluasi ini adalah kelompok masyarakat yang tergabung dalam kelompok masyarakat pengelola hutan mangrove. Jumlah populasi sebanyak 140 responden. Jumlah sampel keseluruhan sebanyak 58 responden. Metode penarikan sampel pada evaluasi ini menggunakan metode acak sederhana (sample random sampling) dengan jumlah sampel didasarkan pada pendugaan proporsi populasi dengan pertimbangan presisi 10%. Penentuan sampel merujuk pada teori Yamane (1967 dalam Rakhmat, 1989) dengan rumus sebagai berikut :
n =
Keterangan :
n = besarnya sampel
N = populasi
di = presisi (0,1)

n =
Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 58 responden.
Daftar pertanyaan (kuesioner) yang digunakan untuk mengevaluasi dapat dilihat pada Lampiran.
  1. Evaluasi dampak, analisis capaian luas lahan mangrove.
Analisis dilakukan dengan membandingkan antara target dengan capaian hutan mangrove yang telah direhabilitasi dan dikelola dengan baik oleh masyarakat.



  1. HASIL EVALUASI

    1. Evaluasi terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Margasari.

Partisipasi kelompok masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove merupakan keikutsertaan kelompok masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan mangrove. Partisipasi kelompok masyarakat dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh FAO (1989, dalam Gitosaputro, 2003), Ndraha (1987, dalam Harahap dan Subhilhar, 1998), dan Ram P Yadop (1980, dalam Madrie, 1996), yaitu : perencanaan, pelaksanaan, monitoring/pengawasan, dan pemanfaatan hasil.
    1. Partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap perencanaan
Partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap perencanaan pengelolaan hutan mangrove adalah keikutsertaan kelompok masyarakat dalam merencanakan pengelolaan dengan menyumbangkan ide-ide/gagasannya. Partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap perencanaan diklasifikasikan menjadi klasifikasi rendah dengan skor 2,00-3,33, klasifikasi sedang dengan skor 3,34-4,57, dan klasifikasi tinggi dengan skor 4,68-6,00. Sebaran skor partisipasi anggota masyarakat dalam tahap perencanaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap perencanaan
Partisipasi dalam tahap perencanaan
Klasifikasi
Jumlah(orang)
%
2,00-3,33
3,34-4,67
4,68-6,00
Rendah
Sedang
Tinggi
-
4
54
0
7
93
Jumlah

58
100
Rata-rata
5,53 (tinggi)


Tabel 2 menunjukkan bahwa sebaran responden dalam partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan termasuk dalam klasifikasi tinggi, artinya responden dalam tahap ini banyak yang memberikan ide atau gagasan pada saat pertemuan yang dilakukan dalam membahas perencanaan pengelolaan hutan mangrove serta memberikan dukungan dalam rencana kegiatan dalam pengelolaan hutan mangrove. Hal ini dapat dilihat dari jumlah responden, yaitu sebanyak 54 responden (93 %) yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam tahap perencanaan. Sedangkan yang termasuk dalam klasifikasi sedang hanya 4 responden (7 %). Dengan demikian rata-rata partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap perencanaan termasuk pada klasifikasi tinggi, yaitu dengan skor 5,53.
    1. Partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pelaksanaan kegiatan pengelolaan

Partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pelaksanaan kegiatan pengelolaan atau keikutsertaan kelompok masyarakat dalam bentuk usaha pencapaian tujuan kegiatan pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove seperti memberikan sumbangan berupa tenaga dan keahlian yang dimiliki, gagasan dan alternatif yang dibutuhkan dalam proses kegiatan pengelolaan. Partisipasi dalam tahap ini diklasifikasikan menjadi klasifikasi rendah dengan skor 2,00-3,33, klasifikasi sedang dengan skor 3,34-4,67, dan klasifikasi tinggi dengan skor 4,68-6,00. Sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pelaksanaan kegiatan pengelolaan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pelaksanaan kegiatan pengelolaan
Partisipasi dalam tahap pelaksanaan
Klasifikasi
Jumlah(orang)
%
2,00-3,33
3,34-4,67
4,68-6,00
Rendah
Sedang
Tinggi
3
10
45
5
17
78
Jumlah

58
100
Rata-rata
5,21(tinggi)



Tabel 3 menunjukkan bahwa untuk sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pelaksanaan kegiatan pengelolaan memiliki skor rata-rata sebesar 5,21 atau termasuk dalam klasifikasi tinggi, artinya kelompok masyarakat (responden) memiliki partisipasi yang tinggi dalam tahap pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan mangrove. Hal ini dapat dilihat dari jmlah responden pada klasifikasi tinggi sebanyak 45 responden atau sebesar 78 % dari jumlah responden. Sedangkan yang termasuk dalam klasifikasi sedang sebanyak 10 responden atau 17 % dan klasifikasi rendah sebanyak 3 responden atau 5 % dari jumlah keseluruhan responden.

    1. Partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pemantauan/pengawasan kegiatan pengelolaan
Partisipasi kelompok masyarakat dalam yahap pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan hutan mangrove yaitu keterlibatan atau keikutsertaan kelompok masyarakat dalam merawat dan bertanggungjawab terhadap kelestarian hutan mangrove. Partisipasi dalam tahap ini diklasifikasikan menjadi klasifikasi rendah dengan skor 4,00-6,67, klasifikasi sedang dengan skor 6,68-9,35 dan klasifikasi tinggi dengan skor 9,36-12,00. Sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pengawasan pengelolaan hutan mangrove dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pengawasan pengelolaan hutan mangrove
Partisipasi dalam tahap pelaksanaan
Klasifikasi
Jumlah(orang)
%
4,00-6,67
6,68-9,35
9,36-12,00
Rendah
Sedang
Tinggi
-
36
22
0
62
38
Jumlah

58
100
Rata-rata
9,17 (sedang)



Tabel 4 menunjukkan bahwa sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pengawasan tgerhadap kegiatan pengelolaan hutan mangrove memiliki skor rata-rata sebesar 9,17 dan termasuk dalam klasifikasi sedang, artinya kelompok masyarakat (responden) cukup berpartisipasi dalam kegiatan pengawasan atau pemantauan kegiatan pengelolaan hutan mangrove. Selama kegiatan pengawasan tersebut, kelompok masyarakat tidak hanya merawat saja, melainkan sangat bersedia untuk merehabilitasi hutan mangrove apabila ada kerusakan yang disebabkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab serta memberi teguran atau melaporkan kepada pihak yang berwenang apabila ada orang yang merusak kelestarian hutan mangrove. Hal ini dapat dilihat dari jumlah responden pada klasifikasi sedang sebanyak 36 responden atau sebesar 62 % dari jumlah responden. Sedangkan yang termasuk dalam klasifikasi tinggi sebanyak 22 responden atau 38 % dari jumlah responden keseluruhan, dan tidak ada responden dalam klasifikasi rendah atau 0 %. Hal ini berarti bahwa kelompok masyarakat cukup peduli dan bertanggungjawab terhadap pengelolaan dan kelestarian hutan mangrove.

    1. Partisipasi kelompok masyarakat dalam pemanfaatan hasil
Partisipasi kelompok masyarakat dalam memanfaatkan hasil-hasil pengelolaan hutan mangrove yaitu keikutsertaan anggota kelompok masyarakat dalam menikmati hasil-hasil dari pengelolaan hutan mangrove. Partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap ini diklasifikasikan menjadi klasifikasi rendah dengan skor 2,00-3,33, klasifikasi sedang dengan skor 3,34-4,67 dan klasifikasi tinggi dengan skor 4,68-6,00. Sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pemanfaatan hasik pengelolaan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap pemanfaatan hasil pengelolaan
Partisipasi dalam tahap pelaksanaan
Klasifikasi
Jumlah(orang)
%
2,00-3,33
3,34-4,67
4,68-6,00
Rendah
Sedang
Tinggi
4
27
27
6
47
47
Jumlah

58
100
Rata-rata
4,41 (sedang)



Tabel 5 menunjukkan bahwa sebaran skor partisipasi kelompok masyarakat pada tahap pemanfaatan hasil pengelolaan dalam pelestarian hutan mangrove termasuk dalam klasifikasi sedang, artinya intensitas kelompok masyarakat (responden) dalam memanfaatkan hasil pengelolaan cukup sering, bahkan hampir setiap hari. Hal ini dapat dilihat dari jumlah responden yang sama antara jumlah responden dalam klasifikasi sedang dengan jumlah responden dalam klasifikasi tinggi yaitu sebanyak 27 responden atau sebesar 47 % dari keseluruhan responden. Sedangkan yang termasuk dalam klasifikasi rendah hanya 4 responden atau sebesar 6 % dari jumlah keseluruhan responden.
Skor keseluruhan dari partisipasi kelompok masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove diklasifikasikan menjadi 3 klasifikasi, yaitu klasifikasi tinggi dengan skor 23,36-30,00, klasifikasi sedang dengan skor 16,68-23,35 dan klasifikasi rendah dengan skor 10,00-16,67. Adapun sebaran total partisipasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Sebaran total partisipasi kelompok masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove
Skor
Kategori
Jumlah(orang)
%
10,00-16,67
16,68-23,35
23,36-30,00
Rendah
Sedang
Tinggi
1
20
37
1
35
64
Jumlah

58
100
Rata-rata
24,32 (tinggi)



Berdasarkan Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa partisipasi kelompok masyarakat dalam kategori tinggi, sebanyak 37 responden atau sebesar 64 % dari jumlah keseluruhan responden. Hal ini berarti bahwa partisipasi kelompok masyarakat Desa Margasaritinggi atau masyarakat desa sangat berpartisipasi pada setiap tahap dalam pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove. Tahap-tahap tersebut meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pengawasan atau pemantauan, dan tahap pemanfaatan hasil. Adapun sebaran nilai partisiapasi kelompok masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Sebaran nilai partisipasi kelompok masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Margasari
Indikator Partisipasi
Jumlah (skor)
Rata-rata (skor)
Klasifikasi
Tahap perencanaan
Tahap pelaksanaan
Tahap pengawasan
Tahap pemanfaatan hasil
321
302
532
256
5,53
5,21
9,17
4,41
Tinggi
Tinggi
Sedang
Sedang
Jumlah
1.411
24,32
Tinggi

Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi kelompok masyarakat dalam kegiatan pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove termasuk dalam klasifikasi tinggi. Hal ini berarti bahwa kelompok masyarakat yang berada di Desa Margasari sangat berpartisipasi dalam setiap kegiatan pengelolaan dan kelestarian hutan mangrove yang diadakan di daerahnya.
Tingginya tingkat partisipasi kelompok masyarakat tersebut dapat menentukan keberhasilan program kegiatan pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove. Karena tanpa adanya tingkat partisipasi yang tinggi dari kelompok masyarakat, keberhasilan program kegiatan pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove tidak akan tercapai dengan maksimal.

3.2 Evaluasi Dampak Program Pengelolaan Hutan Mangrove
Evaluasi terhdap dampak program ini dapat dilihat dari perkembangan luasan hutan mangrove dari sebelum ada program hingga adanya program rehabilitasi hutan mangrove dengan kegiatan pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat. Adapun hasil evaluasi dapat dilihat pada penjelasan dan gambar hutan mangrove hingga saat ini.
    1. Kondisi hutan mangrove sebelum tahun 1987
Gambar 4. Peta keadaan Desa Margasari dan hutan mangrove sebelum tahun 1987

Pada awalnya, wilayah yang sekarang disebut Desa Margasari merupakan wilayah kosong yang belum berpenghuni yang terdiri dari laut lepas dan hutan mangrove. Pada tahun 1974 ada beberapa orang yang berasal dari desa tetangga (Desa Sriminosari) datang ke wilayah Margasari untuk mencari ikan. Pendatang ini kian hari kian banyak yang datang ke Margasari untuk mencari ikan dan pada akhirnya pendatang-pendatang tersebut menetap dan membuka lahan pertanian di wilayah ini yang secara resmi di buka pada tahun 1976. Pada tahun 1981, wilayah ini kemudian disahkan sebagai sebuah desa yang diberi nama Desa Margasari yang berasal dari pemekaran 3 (tiga) desa yaitu Desa Sriminosari, Desa Sri Gading, dan Desa Karang Anyar.
Pada tahun 1985 terjadi perubahan desa, dalam hal ini mulai diadakan pembangunan jalan (jalan batu). Pada saat yang sama terjadi abrasi pantai yang merobohkan sebagian besar hutan mangrove. Hutan mangrove yang berada di Desa Margasari merupakan hutan yang tumbuh secara alami dan sangat lebat. Masyarakat Desa Margasari memanfaatkan hutan mangrove sebagai tempat untuk mencari ikan, kepiting, kayu bakar, bahan bangunan dan lain-lainnya. Saat itu pekerjaan masyarakat Desa Margasari didominasi oleh petani dan nelayan. Dalam pemanfaatan hutan mangrove, masyarakat belum memiliki peraturan yang baku, sehingga masyarakat banyak yang menebang pohon yang kayunya digunakan sebagai bahan bangunan untuk membangun kandang ternak serta sebagai kayu bakar. Hal ini disebabkan mansyarakat tidak mengetahui fungsi dan manfaat hutan mangrove tersebut.
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang fungsi dan manfaat hutan mangrove menyebabkan kondisi hutan menjadi rusak. Terlebih lagi saat masyarakat mulai mengenal usaha tambak yang memberikan keuntungan yang sangat besar dan harga udang windu pada saat itu (tahun 1980-an) cukup tinggi di pasaran. Pada awalnya, tambak ini di bangun di atas lahan sawah atau rawa-rawa yang tidak dimanfaatkan oleh petani. Tetapi, karena semakin banyak masyarakat yang tergiur dengan keuntungan yang didapat dari tambak, maka masyarakat pun banyak yang beralih menjadi petani tambak. Masyarakat mulai merambah hutan mangrove untuk dijadikan sebagai areal tambak.







  1. Kondisi hutan mangrove tahun 1987 – 1996
Gambar 5. Peta keadaan Desa Margasari dan hutan mangrove tahun 1987 - 1996

Areal hutan mangrove yang ada di Desa Margasari sudah berubah fungsi menjadi tambak. Pada tahun 1985, kehidupan masyarakat mulai berubah, masyarakat yang dulu hanya bekerja sebagai petani-nelayan kini mulai beralih ke usaha tambak. Dari usaha tambak ini pendapatan masyarakat semakin bertambah dan pembangunan di desa pun berjalan dengan lancar.
Pada awalnya usaha tambak ini dapat memberikan keuntungan yang besar bagi masyarakat. Namun kondisi tersebut tidak bertahan lama karena semakin menurunnya kualitas dan daya dukung kawasan sebagai akibat rusaknya hutan mangrove. Pada tahun 1990-an, hutan mangrove yang terdapat di sepanjang Pantai Timur Lampung mengalami kerusakan yang cukup parah, yang disebabkan oleh perubahan fungsi hutan mangrove menjadi tambak dan penebangan secara liar.
Proses abrasi Pesisir Timur Lampung khususnya di Desa Margasari telah terjadi sejak tahun 1987-an, yaitu pada saat mulai maraknya pembukaan tambak. Proses abrasi yang terjadi di Desa Margasari telah menyebabkan tambak-tambak yang ada di desa tersebut rusak karena tergenang oleh air laut dan pemukiman penduduk pun rusak karena terkena gelombang pasang dari Laut Jawa. Hal ini terjadi karena hutan mangrove yang berfungsi untuk mencegah abrasi sudah hilang. Akibat abrasi tersebut, sebagian besar tambak rusak dan hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan sehingga masyarakat mengalami kerugian.
Hasil pemotretan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Lampung pada tahun 1995 menunjukkan keadaan yang sangat memprihatinkan. Sepanjang garis pantai yang dapat dilihat hanyalah tambak serta tunggul sisa penebangan hutan mangrove.

  1. Kondisi hutan mangrove tahun 2006 – 2009
Gambar 6. Peta keadaan Desa Margasari tahun 2006 - 2009
Pada tahun 1995 mulai digalakkan penanaman tanaman mangrove. Kegiatan penanaman tersebut dilakukan di areal tambak milik masyarakat yang sudah rusak karena abrasi. Rehabilitasi hutan mangrove dilakukan pada tahun 2006 hingga 2009. Berdasarkan hasil diskusi dengan masyarakat dan aparat desa luas hutan mangrove saat ini sudah mencapai ± 1.000 ha Upaya rehabilitasi selama ini telah dilakukan oleh beberapa pihak dengan menggunakan dana yang berasal dari APBN, APBD, dan swadaya masyarakat. Masyarakat sebagai pelaku utama dala pengelolaan hutan mangrove ternyata memberikan hasil yang sangat baik, pencapaian luas hutan mangrove pertahun mencapai lebih dari 100 ha, sehingga selama tiga tahun kegiatan ini berjalan telah tercapai luasan mangrove yang lebih dari 1.000 ha.



  1. KESIMPULAN DAN SARAN

    1. Kesimpulan
Evaluasi terhadap program pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat telah memberikan hasil sebagai berikut:
  1. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove termasuk katagori tinggi, hal ini berarti antusiasme dan kepedulian masyarakat akan pentingnya hutan mangrove sudah sangat baik.
  2. Evaluasi terhadap dampak luasan hutan mangrove yang telah dikelola oleh masyarakat hingga saat ini mencapai lebih dari 1.000 ha.
  3. Secara umum pelaksanaan kegiatan ini telah berjalan dengan sangat baik dan keterlibatan semua pihak secara aktif telah memberikan hasil yang sangat positif bagi keberlangsungan dan kelestaraian hutan mangrove.
    1. Saran
  1. Keberhasilan kegiatan ini hendaknya menjadi landasan untuk melakukan perluasan program ke wilayah lainnya yang mengalami abrasi pantai baik di wilayah Kabupaten Lampung Timur khususnya maupun seluruh Provinsi Lampung dan Indonesia pada umunya.
  2. Keberlanjutan kegiatan ini hendaknya memberikan peningkatan ekonomi kepada masyarakat melalui hasil non kayu dari hutan mangrove.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan Wilayah Kantor Wilayah Propinsi lampung. 1996. Permasalahan Timur Lampung dan Upaya rehabilitasi Hutan Bakau. Disampaikan dalam Rangka Penyusunan Kebijakan Strategi, Kebijakan Operasional dan Action program. Pemerintah daerah Tingkat I Propinsi lampung. Bandar Lampung. Hlm 1 – 2.
Dinas Kehutanan Porpinsi Lampung. 2005. Dampak Kerusakan Hutan Mngrove Dilihat dari Segi Ekologis Ekonomi dan Sosial Masyarakat. 8 hlm.

Effendi, I. 1994. Studi Perilaku Organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air dan Pengaruhnya Terhadap Tingkat Kemajuan Usahatani Padi Sawah : Suatu Survei di Propinsi Lampung. Disertasi. Universitas Padjajaran. Bandung.
FAO Forestry Departement. 1994. Panduan Pengelolaan Hutan Mangrove. Terjemahan oleh Hildanus dkk. FAO Forestry Paper. Roma.
Gitosaputro, S. 2003. Pengantar Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat. Universitas Lapung. Bandar Lampung. 132 hlm.
Hamim, A. dkk. 1999. Mahasiswa dan Pembangunan Masyarakat. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 202 hlm.
Harahap dan Subhilhar. 1998. Partisipasi Masyarakat Nelayan Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove. Laporan Penelitian. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Medan.
Karyadi, I. 2005. Peran Legislatif Dalam Kegiatan Konservasi Hutan mangrove. Makalah dalam pecan konservasi Sumber Daya Alam (PKSDA) IX di Bandar lampung Oleh Pimpinan DPRD Propinsi Lampung tanggal 12 April 2005. 9 hlm
Kusmana, C., Onrizal dan Sudarmaji. 2003. Jenis-jenis Pohon Mangrove di Teluk Bintuni Papua. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan PT Bintuni Utama Murni Wood Industries. Bogor. 58 hlm.
Kustanti, A. 2005. Panduan Praktikum Manajemen Hutan Mangrove. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Muin, A., dkk. Hutan Mangrove Sebagai Obyek Sains. Makalah Kelompok IV Sem 1, 2001/2 Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Oktober 2000. 5 hlm.
Pemerintah Kabupaten Lampung Timur Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa. 2005. Profil Desa Margasari (Daftar Isian Potensi Desa) Lampung Timur. 36 hlm.
Rakhmat, J. 1997. Psikologi Komunikasi (Edisi Revisi). Editor : Tju Suryaman. PT Remaja Rosda Karya. Bandung. 332 hlm.
_________. 2001. Metode Penelitian Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 184 hlm.
Sajogyo, P. 1985. Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa. YIIS dan CV Rajawali. Jakarta. 379 hlm.
Siegel, S. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk ilmu-ilmu Sosial. Diterjemahkan oleh Z. Suyuti dan L. Simatupang. Gramedia. Jakarta. 374 hlm.
Supriharyono. 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 241 hlm.
Tim PSDHBM Watala. 2001. Kepastian Pengelolaan Di Kawasan Hutan Negara Pengalaman Belajar Bersama di Sumber Jaya. Pustaka Watala. 95 hlm.
Tugiyono. 2006. Perspektif Akademisi dalam Upaya Pengelolaan Wilayah Desa Pesisir. Makalah dalam Lokakarya Perencanaan Desa di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan Tanggal 24 – 25 Maret 2006. 12 hlm.
Zain, A. S. 1995. Hukum Lingkungan:Kaidah-kaidah Pengelolaan Hutan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 100 hlm.






LAMPIRAN

Partisipasi kelompok masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove merupakan keikutsertaan kelompok masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan mangrove. Keterlibatan tersebut dapat dilihat dari :
a. Partisipasi kelompok masyarakat dalam tahap perencanaan pengelolaan hutan mangrove adalah keikutsertaan kelompok masyarakat dalam merencanakan pengelolaan dengan menyumbangkan ide-ide/gagasannya. Pengukuran indikator ini menggunakan pertanyaan :
1) Gagasan atau masukan apa yang bapak/ibu berikan pada saat pertemuan yang dilakukan dalam membahas perencanaan pengelolaan hutan mangrove?
(1) Identifikasi keadaan masyarakat desa
(2) Identifikasi masalah yang ada di desa
(3) Penentuan rencana kegiatan pengelolaan
(4) Penentuan jenis mangrove yang akan ditanam
Jawaban :
(a) Menjawab semua alternatif jawaban = 3
(b) Menjawab 2-3 alternatif jawaban = 2
(c) Menjawab 1 alternatif jawaban = 1
2) Apakah bapak/ibu mendukung rencana kegiatan dalam pengelolaan hutan mangrove?
(a) Ya, mendukung = 3
(b) Kurang mendukung = 2
(c) Tidak mendukung = 1
b. Partisipasi kelompok masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan hutan mangrove adalah keikutsertaan atau keterlibatan kelompok masyarakat dalam bentuk usaha pencapaian tujuan pengelolaan hutan mangrove seperti memberikan sumbangan berupa tenaga, materi, keahlian yang dimiliki, gagasan dan alternatif yang dibutuhkan dalam proses kegiatan pengelolaan. Pengukuran indikator ini menggunakan
pertanyaan :
1) Kegiatan apa saja yang bapak/ibu ikuti selama dilaksanakannya kegiatan pengelolaan hutan mangrove?
(1) Ikut menyediakan alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan
(2) Ikut menyiapkan lokasi kegiatan pengelolaan dan penanaman hutan mangrove
(3) Ikut membentu membersihkan lokasi penanaman mangrove
Jawaban :
(a) Menjawab semua alternatif jawaban = 3
(b) Menjawab 2 alternatif jawaban = 2
(c) Menjawab 1 alternatif jawaban = 1
2) Apakah bapak/ibu ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove?
(a) Ya
(b) Tidak
Jika ya, sampai pada tahap apa?
(1) Tahap perencanaan
(2) Tahap pelaksanaan kegiatan
(3) Tahap pengawasan
(4) Pemanfaatan hasil
Jawaban :
(a) Ya, memilih ≥ 3 alternatif jawaban = 3
(b) Ya, memilih 1-2 alternatif jawaban = 2
(c) Tidak = 1
c. Partisipasi kelompok masyarakat dalam pengawasan terhadap pengelolaan hutan mangrove adalah keterlibatan atau keikutsertaan kelompok masyarakat dalam merawat dan bertanggungjawab terhadap kelestarian hutan mangrove. pengukuran indikator ini menggunakan pertanyaan :
1) Apakah bapak/ibu ikut serta merawat kelestarian hutan mangrove?
(a) Ya
(b) Tidak
Jika ya, seperti apa merawatnya?
(1) Mengambil hasil lautnya dan hutan tidak boleh diganggu
(2) Untuk rekreasi dan hutan tidak boleh diganggu
(3) Membuka tambak dan hutan tidak boleh diganggu
(4) Lain-lain (..............................................................)
Jawaban :
(a) Ya, memilih ≥ 3 alternatif jawaban = 3
(b) Ya, memilih 1-2 alternatif jawaban = 2
(c) Tidak = 1
2) Atas dasar apa bapak/ibu merawat kelestarian hutan mangrove?
(1) Inisiatif sendiri
(2) Bersama kelompok
(3) Kepala desa atau dinas terkait
Jawaban :
(a) Menjawab semua alternatif jawaban = 3
(b) Menjawab 2 alternatif jawaban = 2
(c) Menjawab 1 alternatif jawaban = 1
3) Apakah yang bapak/ibu lakukan apabila ada orang yang merusak kelestarian hutan mangrove?
(a) Menegur, mengingatkan dan melaporkan pada pihak yang berwenang = 3
(b) Menegur dan mengingatkan saja = 2
(c) Diam saja = 1
4) Bila ada kerusakan hutan mangrove akibat ulah orang-orang yang tidak bertanggungjawab, apakah bapak/ibu bersedia bekerjasama untuk merehabilitasi hutan mangrove kembali?
(a) Sangat bersedia = 3
(b) Bersedia = 2
(c) Tidak bersedia = 1
d. Partisipasi kelompok masyarakat dalam memanfaatkan hasil-hasil pengelolaan adalah keikutsertaan anggota masyarakat dalam menikmati hasil-hasil dari pengelolaan hutan mangrove. Pengukuran indikator ini menggunakan pertanyaan :
1) Menurut bapak/ibu, apakah kegiatan pengelolaan hutan mangrove yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan yng diperlukan oleh masyarakat setempat?
(a) Ya, sesuai = 3
(b) Kurang sesuai = 2
(c) Tidak sesuai = 1
2) Apakah bapak/ibu sudah menikmati hasil dari pengelolaan hutan mangrove?
(a) Ya, sudah
(b) Belum
Jika sudah, seperti apa bentuknya?
    1. Membuka tambak ikan
    2. Membuka tambak udang
    3. Menamgkap kepiting (bakau)
    4. Lain-lain (.............................)
Jawaban :
(a) Ya, memilih ≥ 3 alternatif jawaban = 3
(b) Ya, memilih 1-2 alternatif jawaban = 2
(c) Belum = 1
Skor tertinggi = 30, sedangkan skor terendah = 10
Tingkat partisipasi diklasifakasikan menjadi tiga kategori, yaitu partisipasi tinggi (23,36-30,00), partisipasi sedang (16,68-23,35) dan partisipasi rendah (10,00-16,67)