SITTI

Sabtu, 26 Februari 2011

Takaful, asuransi syari’ah, suatu solusi



Oleh: Drs. H. Masyhuril Khamis, SH
Head of Regional Manager I

Pendahuluan


Menurut beberapa literatur, kira-kira abad kedua Hijriyah atau abad ke dua puluh Masehi, pelaku bisnis dari kaum muslimin yang kebanyakan para pelaut, sebenarnya telah melaksanakan sistem kerja sama atau tolong menolong untuk mengatasi berbagai kejadian dalam menopang bisnis mereka, layaknya seperti mekanisme asuransi.
Kerjasama ini mereka lakukan  untuk membantu mengatasi kerugian bisnis, diakibatkan musibah yang terjadi semisal ; tabrakan, tenggelam, terbakar atau akibat serangan penyamun.
Sekitar tujuh abad kemudian, sistem ini akhirnya diadopsi para pelaut eropa dengan melakukan investasi atau mengumpulkan uang bersama dengan sistem membungakan uang. Dan pada abad kesembilan belas,, dan cara membungakan uang inipun menjelajahi penjuru dunia, terutama setelah dilakukan para taipan keturunan Yahudi.
Para penghujung abad kedua puluh, atau tepatnya abad kelima belas Hijriyah, para ekonom muslim mulai menelorkan dan merenocvasi konsep ekonomi Islam. Mereka adalah rangkaian emas dari Abu Yusuf menghasilkan al-kharaj dan Abu ‘Ubaid menulis kitab al-amwal.
Asuransi adalah salah satu lembaga ekonomi yang menjadi fokus para perhatian pakar muslim, sehingga konsep yang menggunakan format maisir, riba, gharar yang berjalan selama ini mesti dirubah menjadi sistem bagi hasil, tolong menolong dengan mendorong pemanfaatan Tabarru. Selain itu sistem asuransi syari’ah mestilah mempunyai komitmen untuk kesejahteraan  bersama dengan dimulai aqad yang  jelas, bukan aqad jual beli.

Takaful, asuransi syari’ah


Di indonesia Asuransi Takaful telah berdiri sejak 25 agustus 1994, merupakan salah satu dari sekitar 13 perusahaan asuransi sedunia yang memiliki sistem yang sama. Kehadirannya di indonesia pantas memberi angin segar sekaligus sebagai upaya memberikan  alernatif  berasuransi secara Islami, apalagi jumlah penduduk muslim di negeri ini adalah mayoritas.
Selain itu Asuransi Takaful merupakan solusi terbaik antisipasi finansial, dengan demikian ada dua hal yang secara nyata ddituntut untuk dilaksanakan, yaitu : penyiapan dana yang aman dan profitable, serta akumulasi dana yang halal.
Dalam ajaran Islam menyantuni anak yatim, mereka yang tertimpa musibah, baik kematian, kehilangan harta  benda, dan sejenisnya, sangatlah dianjurkan, artinya kontribusi sesamanya untuk meringankan  pa\enderitaan saudaranya sangatlah diharapkan, dan inilah hakikat persaudaraan sebenarnya yang disebut ta’awun, itsar, ukhuwah, sehingga aplikasinya terasa menjembatani antara yang senang dan susah.
Pada hakikatnya konsep inilah yang secara transparan diaplikasikan Asuransi Takaful, sehingga unsur penipuan (Gharar), maisir/peruntung-untungan, serta pengelolaan dana secara riba dihilanghkan, dengan harapan image negatif terhadapbisnis asuransi dapat diperkecil atau malah semakin positif.
Konsekwensinya setiap peserta Takaful harus menyisihkan sebahagian uangnya untuk keperluan dana tolong menolong atau iuran kebajikan (Tabarru) yang diniatkan untuk menyantuni peserta yang lain. Dana ini merupakan dana tolong menolong sesama peserta, perusahaan hanya sebagai pengelola atau pemegang amanah, artinya perusahaan berfungsi menjalankan amanah dari semua peserta untuk mengelola titipan dananya, agar dikelola  sesuai syari’ah, dan diharapkan  dapat beruntung. Sementara dana Tabarru dikelola untuk mengatasi kemungkinan musibah pada sesama peserta.
Dengan perkataan lain, bahwa dana peserta/premi, bukanlah milik perusahaan, jadi bila peserta berhenti atau ingin meminta kembali dana  tersebut, perusahaan tidak bisa menghalanginya,  dan bagi pesrta status yang berlaku selama ini, karena dana itu adalah miliknya. Hanya saja keuntungan investasi dana yang dikelola perusahaan itulah yang akan dibagi dengan sistem mudharabah (bagi hasil).
Justru itulah dalam perjanjian antara peserta dengan perusahaan , tidaklah memakai aqad “tabaduli” (jual beli), dan aqad mu’awadhah (pertukaran)tapi menggunakan aqad “Takafuli” (tolong menolong). Jadi salah satu perbedaan konkrit dengan sistem non syari’ah adalah penggunaan aqad ini, karenanya  Takaful sangat tepat bila dinyatakan sebagai alternatif dan pengganti atas pola asuransikonvensional yang masih menerapkan aqad pertukaran dan aqad tabaduli (jual beli).
Fenomena sistem Takaful memang unik di tengah sistem kapitalis dan individualis yang berkembang, sehingga sistem ini secara finansial memungkinkan memperoleh manfaat yang jauh lebih baik,  dan yang paling perlu semangat solidaritas antara sesama peserta terjalin erat dengan adanya iuran kebjaikan (tabrarru), dengan demikian sistem bagi hasil dan Tabarru, secara otomatis memerlukan transparansi dalam pengelolaan dana dan status penggunaan dana. Adapun manfaat secara bsnis yang diharpkan pengelola (perusahaan) adalah surplus dana yang ada, serta dana pengelolaan tahun pertama saja, yang secara terbuka disepakati untuk diambil dari premi/dana peserta.
Oleh sebab itu tidak ada alasan bahwa seseorang yang menjadi petugas asuransi menjadi nista, atau dianggap tabu, karena tunjangan bisnis yang diberikan kepada agen/petugas (khusus di Takaful) bersumber dari dana pengelolaan itu.

Konsep dasar Takaful


Takaful dalam menjalankan usahanya bertujuan memberikan perlindungan kepada peserta yang bermaksud menyediakan sejumlah dana bagi ahli warisnya dan atau penerima hibah, wasiat,bilamana peserta tersebut meninggal dunia. Selain itu sebagai tabungan atau  menjadi dana persiapan, bilamana mendapatkan kesulitandana, akibat sakit, kecelakaan maupun karena sebab lainnya.
Karena itu Takaful menerapkan konsep dasar antara lain:
  1. Saling bertanggung  jawab, dimana sesama peserta mampu merasakan bahwa antara satu dengan lainnya bersaudara. Rasulullah SAW.. mencontohkan persaudaraan itu seperti tubuh manusia, yang apabila satu sakit, yang lain ikut merasakannya dan berupaya menyembuhkannya.
  2. saling bekerja sama dan saling membantu, artinya sesama peserta harus semakin meningkatkan kepeduliannya dalam upaya meringankan beban saudara yang lain. Nabi SAW... mengajarkan bahwa siapa yang meringankan kebutuhan hidup saudaranya, Allah akan meringankan kebutuhan hidupnya. Jadi dengan bertakaful, diharapkan azas kebersamaan akan                         tercipta dengan sendirinya, sehingga komitmen saling membantu benar-benar tercipta.
  3. saling melindungi, dimana semua peserta harus berprinsip bahwa tidak sempurna iman seseorang yang dapat tidur nyenyak dengan perut kenyang, sedang tetangganya menderita kelaparan. Artinya komitmen membela dan saling mensejahterakan sangatlah diharapkan tercipta melalui kepesertaannya di Takaful.

Ketiga konsep ini tidak akan dapat dilaksanakan, bila nilai taqwa dan iman yang kokoh serta niat ikhlas belum meresap secara mendalam pada semua peserta dan pengelola Takaful.
Pada dasarnya konsep ini ada pada asuransi konvensional, namun dalam aplikasinya masih mempunyai kekurangan, di antaranya unsur-unsur al-gharar, maisir dan ribawi masih terasa akrab dalam pelaksanaannya. Karenanya konsep dasar ini harus bermuara pada operasional pelaksanaannya, sehingga komitmen saling menolong, melindungi  dan bertanggung jawab benar terlaksana.

Pengembangan Asuransi Takaful ke depan


Untuk memasyaratkan serta memperluas jaringan Takaful, tentu memerlukan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat, terutama Ulama, Tokoh adat, Pemuka masyarakat, Cendekiawan, Politisi, Ekonom serta para pendakwah/Khatib, sebab untuk memulai pengembangan bisnis asuransi apapun, yang paling dominan adalah menumbuhkan kepercayaan umat. Sebab bisnis ini adalah saling mempercayai. Selama ini masyarakat merasa tabu, antipati terhadap asuransi bukanlah disebabkan alasan syar’i saja, atau kondisi ekonomi, dan latar belakang pendidikan, tapi lebih dominan disebabkan pengaruh sikap ketidakjujuran sebahagian  besar pelaku bisnis asuransi, yang lebih mengedepankan  keuntungan sepihak (perusahaan), sehingga seolah-olah masyarakat hanya sebagai perahan belaka.
Dari pengalaman Takaful selama ini ternyata sistem kemitraan dengan lembaga umat, seperti ICMI, perpustakaan  masjid, muhammadiyah, nahdhatul ulama, persis, al-washliyah, pengelola ta’lim, koperasi serta bpr/bmt syari’ah dll., sangat memberi peluang apalagi kemitraan tersebut dimodifikasi lebih apik dan baik lagi.
Saat ini Takaful mengembangkan sistem outsourching, dimana sebahagian proses kerja Takaful diserahkan pada pihak lain, dengan mengedepankan konsep win win, sehingga diharapkan seluruh Lembaga Syari’ah, perusahaan serta siapa saja yang bersedia (muslim), menjadikan Takaful sebagai mitranya.
Target yang diharapkan dengan sistem ini adalah memberikan kesempatan untuk perluasan pasar dan jaringan pemasaran, membuka lebih luas lapangan pekerjaan, lebih  memasyarakatkan bisnis asuransi bersyari’ah, serta menciptakan suasana ukhuwah yang lebih optimal. Setidaknya konsep ini memberikan pengaruh pada persepsi umat untuk lebih berani mengenal Takaful, menjadikan sebagai buah bibir sekaligus menjadi buah hati umat, sehingga setiap daerah malah kecamatanpun ada Takaful.

Penutup


Tumbuh dan berkembangnyaTakaful akan sangat tergantung pada respons umat, artinya perkembangan Takaful sesungguhnya sangatlah menjanjikan bila seluruh kita sama-sama menjadikannya sebagai solusi dan alternatif dalam memenuhi keinginan berasuransi. Konsep syari’ah yang menjadi asas perusahaan memang diharapkan dapat menghilangkan unsur riba, maisir dan gharar, sehingga setiap peserta Takaful dan umat Islam merasakan bahwa unsur tersebut berubah dengan nilai syari’ah yang sebenarnya.
Sikap peduli dan saling mempercayai, membantu dan melindungi sangat menonjol terutama dapat dirasakan dampaknya tidak hanya untuk sesama peserta tapi untuk kesejahteraan umat.
Umat Islam diharapkan dapat meningkatkan partisipasinya dalam memajukan sistem syari’ah di negeri mayoritas ini, tentunya bukan hanya dalam hal berasuransi, dan perbankan lainnya, tapi juga dalam meningkatkan kualitas umat Islam.
Kemiskinan iman, ilmu, miskin persaudaraan harus diselesaikan dengan menghidupkan konsep jihad, ukhuwah, asamuh dan dawam terhadap upaya memajukan umat.
Konspirasi sekuler , marxisme, dan sejenisnya yang bercita-cita memojokkan simbol dan nilai Islam wajib ditantang dengan konsep aqidah tauhidullah dan intelektualitas, serta dibarengi upaya kepedulian masalah penderitaan kaum dhu’afa, faqir miskin, dan ini membuktikan bahwa nilai ajaran Islam sebagai addin yang universal.
Stabilitas ekonomi yang masih belum pulih harus ditertibkan oleh umat ini dengan mengenmbangkan sikap amanah, saling toleransi, menghilangkan negatif thinking, berubah menjadi ihsan, berakhlak Rasulullah SAW....
Sejarah membuktikan bahwa dengan nilai amanah, berniat benar, berkaa benar, kesuksesan Islam mampu menerobos dunia, semua ini terangkum dalam kata : Akhlaqul karimah.
Krisi hari ini  bukanlah diakibatkan semata-mata krisi ekonomi, tapi lebih penting adalah krisis akhlak, moral, krisis amanah, sehingga kebohongan dan kepalsuan bermunculan di mana-mana. Ingatkah kita bila kebohongan telah berjalan, maka kebohongan pertama itu akan diiringi kebohongan berikutnya, sehingga manusianyapun hidup dalam serba kebohongan, dan itulah masyarakat penuh kemunafikan.
Kondisi ini tidak boleh berlarut-larut, semua kita wajib merubahnya dengan cara menempuh persaudaraan dan saling mempercayai, menghapus prediksi syubuhat atau pikiran negatif secepatnya, selain itu upaya membekali nilai kejujuran bagi generasi ini wajib dimulai dari setiap pribadi, sehingga kita berani menjadi teladan bagi anak serta keluarga.

Wassalam.

Jakarta, 29 Sepetmber 2000/Rajab 1421